Cerpen Karangan: Fianika SP
DUGHH!!!
Akar pohon ketapang yang besar menjalar, membuatku tersungkur.
Sepertinya, wajahku rata dengan tanah. Tapi, sebelum aku meringis.
“Aaaww!!” Kedua sahabatku dengan lebaynya berteriak histeris.
“Lilin lo kenapa?!” Aster mengguncang tubuhku. Ingin sekali aku sentil jidat mulusnya itu.
“SAKIT!!” Titania lebih parah.
Dia mengerutkan wajahnya. Seolah-olah dialah yang tertimpa bencana
malang ini. Oh, ya ampun. Apa sekarang aku yang Lebay? Aku memutar bola
mataku. “Please deh! Tolongin gue napa. Lebay banget, dih. Amit.” Aster
dan Tania dengan cepat-bahkan sangat cepat menggotongku menuju UKS. Aku
rasa semua mata tertuju padaku. Cekikikan terdengar dari mulut-mulut
usil kakak kelas. Hhhh..
“Oii!! Turunin gue!!! Kalian apa-apaan sih!” Aku menggeliat bak cacing kepanasan.
BRUK!!
Bokongku sempurna mendarat di tanah. Aku meringis. Rasanya, aku ingin meremas habis kedua sahabatku ini.
“ARRGGHH!!! Gue malu!!! Kapan sih otak kalian berjalan lancar!!”
“Kalau lagi di jalan tol.” Dengan WATADOSnya Aster nyeletuk.
“Ihh!! Titanium, bangunin gue!” Aku menjulurkan kedua tanganku pada Titan.
“Nama gue TITANIA!!” Katanya seraya bersusah payah membantuku untuk
berdiri. Kemudian Aster menopang tubuh sebelah kiriku, dan Tania sebelah
kananku, menuju ruang UKS.
“Hati-hati, Nek. Nanti jatuh,”
“Ayo, Nek. Berjuang. Bentar lagi kita sampe,”
“Ayo, Nek. Naik ke kasur ya!”
“Pelan-pelan ya, Nek!”
PLETAK! PLETAK!
Sentilan keras mendarat di jidat kedua sahabatku itu. Lagian, mereka
kira aku NENEK-NENEK yang gak berdaya apa! Ih, apa banget. “Ih, Lilin.
Sakit tahu…” Aster mengusap jidatnya. Sementara Tania mengerucutkan
bibir mungilnya.
“Jangan panggil nama tengah gue!” Kataku sok galak.
“BAIK, ALUNA LILIN BELZEETA.” Kata mereka kompak. Kita bertiga cekikikan karena tingkah konyol kita.
“Eh, Lun! Lo kenapa bisa sampe nyungsruk gitu si?” Kata Tania setelah petugas UKS ke luar selesai mengobati lukaku.
“Iya, nih! Untung tulang engsel lo gak apa-apa. Cuma memar doang. Hihihi…” Sambung Aster.
“Gue tadi lihat si ‘MALAM’ sama penyihir IPA 1.”
“Maksud lo? Fariz Nightama sama si Geisha?! Ah elah, dia lagi
penyebabnya.” Tania menyilangkan kedua lengannya di dada. “Sssttt…
Pelanin tuh suara cempreng lo! Nanti kalau ada yang denger gimana?”
Kataku sedikit berbisik.
“Elah. Di luar cuma ada orang ngorok. Aman kok.” Kata Tania setelah ke luar ruang UKS memastikan keadaan sekitar.
“Hati-hati loh, Lun. Kabar burung, dia itu sering melakukan tindakan kriminal alias PHP.” Kata Aster.
“Kapan sih, lo bisa move on dari dia? 3 tahun loh, Lun. Tiga tahun. Dari
kelas X lo cuma jadi Secret Admirer-nya ‘Si Malam’ itu.” Sambungnya
lagi.
“Kapan rencananya lo bakal bongkar muatan isi hati lo? Tinggal bilang
aja: ‘Tama, gue suka sama lo. Cinta sama lo. Dari kelas X. Oh, bukan!
Lebih tepatnya, LOVE AT FIRST SIGHT’.” Kata Tania menirukan suaraku.
“WTH!! Gue bukan lo, ya!! Cewek nekat yang nembak cowok. Gue gak mau
Tama kabur tiap lihat gue. Kayak sapa tuh, Ter? Cowok yang kena serangan
Titanium waktu kelas X? Hihihi…” Aku mengedipkan mataku pada Aster.
“Yeeeyy… Cerita zaman batu gak usah diungkit-ungkit, dih. Lagian,
Tristan kalau ketemu gue udah biasa aja kok.” Tania mengerucutkan
bibirnya.
“Hihihi… Nekat banget lo jadi cewek, Tan! Kayak punya nyawa 3 aja pake acara nembak cowok populer. Hihihi…” Kata Aster.
“Daripada Lilin, noh! Cinta dipendem-pendem, petunjuk diumpet-umpet. Mana kegali tuh Cinta!” Sambar Tania ngotot.
“Iih… Enak aja. Siapa yang umpet-umpet petunjuk? Gue gak ngasih petunjuk
ya! Gue cuma seneng aja kalau dia minta bantuan ke gue. Makanya gue
suka nawarin bantuan ke dia. Lagian, anak-anak di kelas gak ada nyium
bau cinta tuh antara gue dan Tama.” Kataku tak kalah ngotot.
“Gak ada yang nyium kelekmu!! Kentut lo, ah! Kita gak dianggep temen
kelas apa? Kita berdua kan tahu lo cinta metong sama Tama? Lagian gimana
sih baunya cinta?” Aster berkacak pinggang.
“Udah deh, ya. Gue gak tahu perasaan gue kapan hilangnya. Siapa sih
gue? Gue yang cinta sama cowok populer, aktif organisasi, pinter, keren,
cool, kayak Tama. Gue cuma salah satu dari sekian banyak cewek yang
suka sama Tama. Cuma mimpi aja kali Tama bisa bales perasaan tulus gue.
Lagian, gue udah seneng banget denger suara dia, dan gue gak mau
berharap lebih. Terus nih, menurut gue, Tama itu bukan pelaku tindakan
kriminal. Cewek-cewek itu aja yang keganjenan. GE-ER. Tama kan orangnya
gitu, ramah dan perhatian. Huft… Cuma Tama cowok satu-satunya yang ada
di hati gue.” Aku menghembuskan napas. Mengingat semua yang ku lakukan
selama 3 tahun belakangan ini.
“Mama Dedeh udah ceramahnya? Sekarang ngelamunnya tunda dulu. Inget
jam berapa ini? Kelar hidup lo kalau Pak Rojak udah Stand By di kelas
duluan.” Tania berdecak sebal dan beranjak hendak membantuku berdiri.
“Jam 11 lewat-OMG!! Jam sebelas?! Kimia!! Pak Rojak!! Ayo, nek! Kita
harus cepet, kalau nenek mau selamet!!” Kata Aster dengan wajah paniknya
yang menyebalkan, bergegas menopang tubuhku.
“Hahaha…” Tiba-tiba terdengar suara tawa yang tak asing di telingaku.
Tania menyikap gorden, dan seorang cowok yang wajahnya tertutup topi
sedang berbaring di sofa ruang tunggu.
“Hidup kalian-sorry, maksud gue kita.. Udah kelar detik ini juga. Pak
Rojak udah stand by di kelas 30 menit yang lalu. Gue aja gak dikasih
masuk sama dia. Siap-siap aja deh bikin kinclong WC-WC terkutuk.”
Tunggu. Gue tahu logat gaya cowok itu ngomong. Itu kan…
“Oiya, BTW sorry ya, gegara gue, lo jalan kayak nenek-nenek gitu,” Cowok itu berdiri dan membuka topinya.
“TAMA!!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar